ESENSI PELAYANAN PUBLIK
1.
Pengertian dan Tujuan
Menurut
kotler dalam sampara lukman,
pelayanan adalah setiap kegiatan yang menguntungkan dalam suatu
kumpulan atau kesatuan, dan menawarkan kepuasan meskipun hasilnya
tidak terikat pada suatu produk pada suatu fisik. Selanjutnya Sempara
berpendapat,
pelayanan adalah suatu kegiatan atau urutan kegiatan yang terjadi
dalam interaksi langsung antar seseorang dengan orang lain, atau
mesin secara fisik, dan menyediakan kepuasan pelanggan. Sedangkan
dalam Kamus Bahasa Indonesia dijelaskan pelayanan sebagai hal, cara,
atau hasil pekerjaan melayani.
Sementara
itu kata public itu berasal dari Bahasa Inggris Public
yang berarti umum, masyarakat, Negara. Kemudian diterima dan
dijadikan bahasa Indonesia yang baku, pengertiannya adalah masyarakat
atau orang banyak. Oleh karena itu pelayanan publik diartikan sebagai
setiap kegiatan yang dilakukan oleh pemerintah terhadap sejumlah
manusia yang memiliki kegiatan yang meguntungkan dalam suatu kumpulan
atau kesatuan, dan menawarkan kepuasan walaupun hasilnya tidak
terkait pada suatu produk secara pisik.
Sementara
itu menurut Ketetapan
Materi Perdayagunaan Aparatur Negara No. 63/KEP/M.PAN/7/2003,
pelayanan publik adalah segala kegiatan pelayanan yang dilaksanakan
oleh penyelenggara pelayanan publik sebagai upaya pemenuhan kebutuhan
penerima pelayanan maupun pelaksanaan ketentuan peraturan
perundang-undangan. Untuk lebih jelas, pelayanan publik ini dibagi
dalam kelompok_kelompok:
- Kelompok Pelayanan Administratif, yaitu pelayanan yang menghasilkan berbagai bentuk dokumen resmi yang dibutuhkan oleh public, misalnya: status kewarganegaraan, sertifikat kompetensi, kepemilikan atau kekuasaan terhadap sesuatu barang dan sebagainya. Dokumen_dokumen ini antara lain: Kartu Tanda Penduduk (KTP), Akte Pernikahan, Akte kelahiran, Akte Kematian, Buku Pemilik Kendaraan Bermotor (BPKB), Surat IzinMengemudi (SIM), Surat Tanda Kendaraan Bermotor (STNK), Izin Mendirikan Bangunan (IMB), Paspor, Sertipikat Kepemilikan/ penuasaan tanah dan sebagainya;
- Kelompok Pelayanan Barang, yaitu pelayanan yang menghasilkan berbagai bentuk atau jenis barang yang digunakan oleh public, misalnya: jaringan telpon, penyediaan listrik, air bersih dan sebagainya;
- Kelompok Pelayanan Jasa, yaitu pelayanan yang menghasilkan berbagai bentuk jasa yang dibutuhkan oleh public, misalnya: pendidikan, penyediaan kesehatan, penyelenggaraan transportasi, pos dan sebagainya.
Dengan
demikian, pelayana publik adalah pemenuhan keinginan dan kebutuhan
masyarakat oleh penyelenggara Negara. Dalam hal ini Negara oleh
publik (masyarakat) tentu saja dengan tujuan agar dapat meningkatkan
kesejahteraan masyarakat.pada hakikatnya Negara dalam hal ini
pemerintah (birokrat) haruslah dapat memenuhi kebutuhan masyarakat.
Secara
teorotis, tujuan dari pelayanan publik pada dasarnya adalah memuaskan
masyarakat. Untuk mencapai kepuasan itu dituntut pelayanan prima yang
tercermin dari :
- Tranparansi, yakni pelayanan yang bersifat terbuka, mudah dan dapat diakses oleh semua pihak yang membutuhkan serta disediakan secara memadai serta mudah dipahami atau dimengerti;
- Akuntabilitas, pelayanan yang dapat dipertanggungjawabkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
- Kondisional, yaitu pelayan yang sesuai dengan kondisi dan kemampuan pemberi dan penerima pelayanan dengan tetap berpegang pada prinsip efisiensi dan efektivitas;
- Partisipasif, yaitu pelayanan yang dapat mendorong peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan pelayanan public dengan mememhatikan aspirasi, kebutuhan dan harapan masyarakat;
- Kesamaan hak, yaitu pelayanan yang tidak melakukan diskriminasi dilihat dari aspek apapun khususnyasuku, ras, agama, golongan, status sosial, dan lain-lain;
- Keseimbangan hak dan kewajiban, yaitu pelayanan yang mempertimbangkan aspek keadilan antara pemberi dan penerima pelayanan publik.
2.
Faktor Yang Memengaruhi Peningkatan Pelayanan Publik
Daklam
hal pembahasan mengenai factor-faktor yang memengaruhi peningkatan
pelayanan publik, akan berangkat dari konsep penegakan hokum dalam
pelaksanaan publik. Berbicara mengenai penegakan hukum, akan dimulai
dari konsep Laurence
M Friedmen,
tentang tiga unsure system hukum, yaitu :
- Struktur hukum, yaitu kerangka atau rangkaian dari hukum itu sendiri;
- Substansi hukum, yaitu aturan, norma, dan pola prilaku manusia yang nyata dalam system hukum;
- Kultur hukum, yaitu sikap manusia terhadap hukum dan system hukum, yang diddalamnya terdapat kepercayaan, nilai, pemikiran serta harapan.
Selanjutnya
menurut Soerjono
Soekanto, penegakan
hukum sebenarnya terletak pada factor-faktor yang memengaruhinya.
Faktor itu memunyai arti yang netral, sehingga dampak positif dan
negatifnya terletak pada substansi atau isi factor tersebut. Adapun
factor yang dimaksud adalah sebagai berikut:
- Faktor hukum nya sendiri;
- Factor penegak hokum;
- Factor sarana;
- Factor masyarakat;
- Factor budaya.
Kelima
factor tersebut salaing berkaitan erat satu sama lainnya, oleh karena
itu factor tersebut meruakan esensi dari penegakan hokum, juga
merupakan tolak ukur dari efektivitas penegakan hukum.
- Faktor Hukum
Hukum
akan mudah ditegakkan jika aturan atau undang-undangnya sebagai
sumber hukum mendukung untuk terciptanya penegakan hokum. Suatu
aturan dapat dikatan sebagai sumber hokum, harus berada dalam
azaz-azaz sebagai berikut:
- Undang-undang tidak boleh berlaku surut;
- Undang-undang dibuat oleh penguasa yang lebih tinggi;
- Undang-undang yang bersifat khusus mengesanpingkang undang-undang yang bersifat umum;
- Undang-undang yang berlaku belakangan membatalkan undang-undang yang berlaku terdahulu;
- Undang-undang tidak dapat diganggu gugat.
- Factor Aparatur Pemerintah
Secara
sosiologis aparatur pemerintah memunyai kedudukan atau peranan dalam
terciptanya suatu pelayanan public yang maksimal.
- Factor Sarana
Sarana
ini mencakup tenaga manusia yang berpendidikan, organaisasi yang
baik, peralatan yang memadai, dan keuangan yang cukup.
- Factor Masyarakat
Masyarakat
memiliki eksistensi dalam pelayanan, karena dalam konteks
kemasyarakatan pelayanan public berasal dari masyarakat, dimana
tujuan utamanya adalah supaya terciptanya kesejahteraan masyarakat
seutuhnya. Artinya masyarakat harus mendukung terhadap kegiatan
peningkatan pelayanan public yang diaktualisasikan melalui kesadaran
hokum.
- Factor Kebudayaan
Perlu
disadari bahwa obyektifnya dalam penyelenggaraan pelayanan public
tidak bisa didsamaratakan karena memiliki perbedaan karakteristik
masing-masing masyarakat disetiap daerah. Factor ini bisa terlaksana
dengan baik pada dasarnya mencakup nilai-nilai yang mendasari hokum
yang berlaku, nilai-nilai yang merupakan konsepsi abstrak mengenai
apa yang baik, layak, dan buruk.
KONSEP DAN PERKEMBANGAN TIPE NEGARA HUKUM
1.
Pengertian Negara Hukum
Dalam
Ensiklopedia
Indonesia, “negra
hokum”
(rechtstaat)
yang dilawankan dengan Negara kukuasaan (machtstaat)
dirumuskan :
Negara
hokum (rechtstaat),
negra bertujuan untuk menyelenggarakan ketertiban hokum, yakni tatat
tertib yang umumnya berdasarkan hokum yang terdapat dalam masyarakat.
Negara kekuasaan (machtstaat),
negara yang bertujuan untuk memelihara dan mempertahankan kekuasaan
semata-mata.
D.
mutiaras
memberikan defenisi Negara hukum sebagai negra yang susunannya diatur
dengan sebaik-baiknya dalam undang-undang sehingga segala kekuasaan
dari alat-alat pemerintahnya didasarkan pada hukum. Sedangkan R.
soepomo,
mengertikan Negara hokum sebagai Negara hokum yang menjamin adanya
tertib hokum dalam masyarakat, artinya member perlindungan hokum pada
masyarakat, dimana antara hokum dan kekuasaan ada hubungan timbal
balik.
Joeniarto dalam
bukunya “negra hokum”, merumuskan: asas negra hokum atau asas the
rule of law,
berarti dalam penyelenggaraan Negara, tindakan-tindakan penguasanya
harus didasarkan pada hokum, bukan didasarkan atas kemauan atau
kekuasaan penguasanya dengan maksud untuk membatasi kekuasan penguasa
dan bertujuan melindungi kepentingan masyarakat, yaitu perlindungan
terhadaop hak-hak asasi para anggota masyarakat dari tindakan
sewenang-wenang.
Namun
pada umumnya, para sarjana dalam mencari perumusan tentang Negara
hokum didasarkan pada tujuan dan fungsi negra atau mengenai
organisasi intern dan strutur Negara. Gustav
Radbruch dalam
bukunya (Outline of legal Philosophy), mengatakan: hokum adalah
ciptaan manusia, dan sebagai setiap ciptaan mahlik hanyalah
dimengerti dengan citanya, karena itu Negara hokum adalah ciptaan
manusia, sehingga ia hanya dapat dimengerti dengan citanyadan
tujuannya.
2.
Latar Belakang Timbulnya Konsep Negra Hukum
Pemikiran
tentang konsep negra hokum telah muncul sebelum terjadinya revolusi
1688 di Inggris, akan tetapi kenbali muncul pada abad ke-17 dan mulai
popular pada abad ke-19. Munculnya Negara hokum ini reaksi terhadap
kesewenang-wenangan yang pernah terjadi dimasa lampau. Olehkarena itu
unsure-unsur Negara hokum memunyai hubungan erat dengan sejarah dan
perkembangan masyarakat disuatu Negara. Cita Negara hokum untuk
pertama kalinya dikemukakan oleh
Plato dan
kemudian pemikiran itu dipertegas oleh muritnya, Aristoteles,
dalam bukunya “Nomoi”,
menurutnya, penyelenggaraan pemerintah yang baik ialah yang diatur
oleh hokum. Menurut Aristoteles, suatu Negara yang baik adalah Negara
yang diperintah dengan konstitusi dan kedaulatan hukum.
Pada
abad pertengahan ada dualism kekuasaan antara kerajaan tuhan dan
kerajaan dunia, antara gereja dan raja sebagai doktrin teokrasi
tentang asal mula Negara ketika dominasi dan pengaruh gereja begitu
besar terhadap kehidupan Negara dan umat manusia, maka pada zaman
renaissance dan imformasi kekuasaan mutlak beralih kepada Negara
(raja). Doktrin teokrasi tulisan sarjana eropa pada abad pertengahan,
yang bersifat universal disempurnakan, dipergunakan untuk kekuasaan
mutlak dari raja-raja. Para raja itu berpendapat bahwa raja bertahta
karena kehendak Tuhan, kekuasaan raja berasal dari Tuhan,raja adalah
wakil, bayangan Tuhan, letnan dari Tuhan didunia, atau menurut Jean
Bodin disebutnya dengan “Le
Rai Cest”,
(Image Dieu). Dengan demikian maka pelanggaran terhadap kekuasaan
raja berarti pelanggaran terhadap Tuhan.
Para
sarjana filsuf seperti nicolo Machiavelli, Jean Bodin, Thomas Hobbes,
(dengan teori kontraknya), Jellinek, Jhon Austin, dan sebagainya
telah melahirkan suatu teori kedaulatan untuk menopang paham Negara
dengan kekuasaan mutlak, yang disebut “teori kedaulatan Negara”
yang merupakan konsep kedaulatan tradisional atau konsep kedaulatan
yang monistis.
Pokok-pokok
atau intisari konsep kedaulatan Negara itu adalah bahwa kekuasaan
Negara adalah kekuasaan yang tertinggi dan tidak terbatas, yang dapat
memaksakan perintah-perintahnya dengan tidak mengindahkan pengaruh
lain.negara yang memiliki kekuasaan tertinggi itu menghendaki
penataan yang mutlak itu terjelma dalam bidang perundang-undangan,
dimana Negara merupakan pembentuk undang-undang.
Konsep
kedaulatan yang monoistis (kedaulatan Negara) yang mutlak tersebut,
dengan raja memiliki kekuasaan absolute, telah menimbulkan tindakan
yang sewenang-wenang, berupa penindasan terhadap hak asasi manusia,
sehingga mendapatkan reaksi dan tantangan dari aliran pluralism
politik yang menantang faham kekuasaan tertinggidan tidak terbatas
pada negra (penguasa Negara).
Hugo
Krabbe, guru besar dari universitas Leiden, mengeluarkan kecamannya
dari segi etis, hukum bukanlah semata-mata bukanlah apa yang secara
formal diundangkan oleh Legislatif suatu Negara. Hukum dan kedaulatan
sebagai aspeknya bersumberkan perasan hukum dari anggota
masyarakatnya. Perasaan hukum adalah sumber dan merupakan pencipta
hukum, Negara hanya member bentuk pada perasaan hukum itu hanya apa
yang sesuai dengan perasaan hukum itulah yang benar-benar pencipta
hukum Negara hanya member bentuk pada perasaan hukum itu. Dengan
kosep seperti itu, Negara tidak berkuasa tapi bertanggungjawab.
Individu akan mentaati Negara karena tujuan-tujuan yang
diselenggarakan oleh Negara. Selanjutnya faham absolutism juga
mendapat tantangan dari para sarjana penganganut konsep perjanjian
masyarakat. Sosok seperti John Locke, Jean Lacque-Rousseau, Immanuel
Kant, dan lainnya sangat berbeda bahkan bertentangan dengan Thomas
Hobbes, yang juga penganut tiori perjanjian masyarakat.
3.
Indonesia Sebagai Negara Hukum
Untuk
mengkualifikasi apakah suatu Negara termasuk tipe Negara hukum atau
bukan, maka perlu untuk diselidiki apakah dalam konstitusinya Negara
tersebut tercantum penegasan baik secara impilisit bahwa Negara itu
menyatakan diri sebagai Negara hukum atau bukan. Didalam konstitusi
republic Indonesia serikat (RIS) dan UUDS 1950, yang dalam mukadimah
atau batang tubuhnya, menegaskan secara eksplisit bahwa Negara
Indonesia merupakan Negara hukum yang demokratis, sedankan dalam UUD
1945 hal itu tidak ada, akan tetati setelah amandemen ketiga itu
dicantumkan didalam pasal 1.
Dengan
demikian, dapat dikatakan bahwa konsep Negara hukum Indonesia
menurut UUD 1945 adalah konsep Negara hukum pancasila, yaitu konsep
Negara hukum yang satu pihak harus memenuhi criteria dari konsep
Negara hukum pada umumnya, yaitu ditopang oleh tiga pilar: pengakukan
dan perlindungan hak asasi manusia, peradilan yang bebas dan tidak
memihak, dan asas legalitas baik dalam arti formil maupun materil,
dan dilain pihak diwarnai oleh aspirasi-aspirasi ke-idonesia yaitu
kelima nilai fundamental dari pancasila.
Konsep
Negara hukum berdasarkan pancasila dan UUD 1945 rumusan secara
materil tentang Negara hukum pancasila berdasarkan cara pandang
bangsa Indonesia dalam bernegara yang bersifat integralistik khas
Indonesia, yaitu asas-asas kekeluargaan yang maknanya adalah bahwa
yang diutamakan adalah rakyat banyak, namun harkat dan martabat
kemanusiaan tetap dihargai dan dijunjung tinggi, dan ada paradigm
tentang hukum yang berfungsi mengayomi, menegakkan demokrasi termasuk
mendemokrasikan hukum, berkeadilan social dan berprikemanusiaan.
Sedangkan
secara formal yuridis dengan memerhatikan ketentuan pasal UUD 1945
dan dengan membandingkan konsep Negara hukum liberal (yang menurut
Frederich Julius Stah mengandung empat unsure, yaitu pengakuan dan
perlindungan HAM, pembagian kekuasaan Negara, pemerintahan
berdasarkan UU, dan peradilan administrasi dan konsep rule
of law
(yang menurut A.V Dicey mengandung tiga unsure: supremationof
law, equality before the law, dan constitution based on the
individual right),
negara hukum pancasila mengandung lima unsure, sebagai berikut:
- Pncasila merupakan sumber dari segala sumber hukum;
- MPR adalah lembaga tertinggi Negara;
- Pemerintah berdasarkan konstitusi;
- Semua warga Negara sama kedudukannya;
- Kekuasaan kehakiman adalah kekuasaan yang merdeka.
4.
Nomokrasi Islam Dalam
islam Negara hukum sering dikenal dengan istilah nomokrasi islam.
Dalam hal ini Ibnu Khaldun berpendapat bahwa dalam mulk
siyasi
ada dua macam bentuk Negara hukum, yaitu siyasah
diniyah, (nomokrasi
islam) dan siyasah
aqliyah
(nomokrasi sekuler). Cirri pokok yang membedakan kedua nomokrasi
tersebut adalah pelaksanaan hukum islam (syari’ah) dalam kehidupan
Negara dan hukum sebagai hasil pemikiran manusia.
- Prisip Kekuasaan Sebagai Amanah
Perkataan
amanah tercantum didalam Al-Quran surah An-Nisa, yang dirumuskan
sebagai berikut:
- Manusia diwajibkan menyampaikan amanah kepada yang berhak menerimanya;
- Manusia diwajibkan menetapkan hukum yang adil.
Dalam
nomokrasi islam kekuasaan adalah suatu karunia atau nikmat Allah,
artinya ia merupakan rahmat dan kebahagiaan baik bagi yang menerima
kekuasaan maupun maupun bagi rakyatnya.
- Prinsip Musyawarah
Dalam
al-Quran ada dua ayat yang menggariskan prinsip musyawarah sebagai
salah satu prinsip nomokrasi islam. Ayat pertama terdapat dalam surah
as-suro: 38 yang menyatakan “…adapun urusan urusan kemasyarakatan
mereka diputuskan dengan musyawarah mereka”. Didalam prinsip
musyawarah yang lebih dipentingkan adalah jiwa persaudaraan yang
dilandasi iman kepada Allah, sehingga yang menjadi tujuan musyawarah
bukannya kemenangan satu golongan tapi guna menciptakan kemaslahatan
umum dan rakyat.
- Prinsip Keadilan
Prinsip
keadilan dalam nomokrasi islam mengandung suatu konsep yang bernilai
tinggi karena tidak identik dengan keadilan yang diciptakan oleh
manusia, yang mana konsep keadilan dalam nomokrasi islam menempatkan
manusia pada kedudukan yang wajar sebagai individu maupun sebagai
masyarakat.
- Prinsip Persamaan
Prinsip
persamaan dapat dipahami dalam surah al-hujurat: 13, yang intinya
bahwa, pada dasarnya dalam islam manusia memiliki kedudukan yang
sama.
- Prinsip Pengakuan dan Perlindungan HAM
Prinsip
pengakuan dan perlindungan HAM secara tegas digariskan dalam surah
al-Isra, yang mana intinya adalah pengakuan dan perlindungan HAM
sebagai hak dasar yang dikaruniakan Allah kepadanya.
- Prinsip Peradilan Bebas
Dalam
prinsip ini tidak boleh bertentangan dengan tujuan hukum islam dalam
melaksanakan prinsip-prinsip peradilan yang bebas, hakim wajib
memerhatikan prinsip amanah, karena kekuasaan kehakiman yang berada
ditangan nya adalah juga sebuah amanah dari rakyat yang diberikan
kepadanya yang wajib dipelihara dengan sebaik-baiknya.
- Prinsip Perdamaian
Nomokrasi
islam harus ditegakkan atas dasar prinp perdamaian. Pada dasarnya
sikap bermusuhan merupakan suatu yang terlarang dalam Al-Quran.
Perang hanya suatu tindak darurat dan bersifat defensifpembelaan
diri.
- Prinsip Kesejahteraan
Prinsip
ini bertujuan untuk mewujudkan keadilan social dan ekonomi bagi
seluruh anggota masyarakat. Dalam hal ini Negara berkewajiban
memerhatikan dua kebutuhan ini yaitu kebutuhan materil dan spiritual
dan menyediakan jaminan social bagi mereka yang tergolong tidak
mampu.
- Prinsip Ketaatan Rakyat
Prinsip
ini ditegaskan dalam surah An-Nisa ayat 59, yang intinya mengandung
pengertian bahwa seluruh rakyat tanpa terkecuali berkewajiban untuk
taat kepada pemerintah, dengan pengecualian pemerintah tidak berbuat
semena mena, zalim, tiran, otoriter, dan dictator, selain hal itu
maka rakyat wajib tundul dan taan pda pemerintah.
Berdasarkan
uraian diatas, sampai sekarang ditemukan sekurang-kurangnya ada lima
konsep tentang Negara hukum, yaitu:
- Nomokrasi islam;
- Rechtstaat;
- Rule Of law;
- Socialis Legality;
- Negara Hukum Pancasila.
6.
Fungsi dan Tujuan Negara Hukum
Fungsi
dan tujuan Negara dapat dibedakan kedalam fungsi dan tujuan Negara
yang klasik serta fungsi dan tujuan Negara yang modern. Fungsi dan
tujuan Negara yang kasik adalah hanyalah memelihara ketertiban dan
keamanan masyarakat, Negara hanya berfungsi sebagai Negara penjaga
malam. sedangkan fungsi dan tujuan yang modern adalah bahwa disamping
memelihara ketertiban juga menyelenggarakan kesejahteraan umum bagi
seluruh warga Negaranya.
Belum ada tanggapan untuk "PROSPEK PENINGKATAN PELAYANAN PUBLIK DALAM NEGARA HUKUM DAN NEGARA KESEJAHTERAAN"
Post a Comment
Please comment wisely and in accordance with the topic of discussion ... thanks.... ^ _ ^