Pertanggungjawaban Hukum Pelaku Anak Dibawah Umur dalam Kecelakaan Lalu Lintas



Pasal 229 UU No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (UU LLAJ) terkait kecelakaan lalu lintas dibagi menjadi 3 yakni:
a.     Kecelakaan Lalu Lintas ringan, merupakan kecelakaan yang mengakibatkan kerusakan Kendaraan dan/atau barang,
b.     Kecelakaan Lalu Lintas sedang, merupakan kecelakaan yang mengakibatkan luka ringan dan kerusakan Kendaraan dan/atau barang.
c.      Kecelakaan Lalu Lintas berat, merupakan kecelakaan yang mengakibatkan korban meninggal dunia atau luka berat.

Sumber gambar: http://www.hukumonline.com/klinik/detail/lt4fe2cc383856d/penerapan-pidana-penjara-bagi-anak

Kemudian muncul pertanyaan, bagaimana dengan kewajiban dan dan tanggung jawab Pengemudi, Pemilik Kendaraan Bermotor, dan/atau Perusahaan Angkutan terhadap korban kecelakaan ?

Mengenai kewajiban dan tanggung jawab Pengemudi, Pemilik Kendaraan Bermotor, dan/atau Perusahaan Angkutan ini diatur dalam Pasal 234 ayat (1) UU LLAJ, yang berbunyi:

“Pengemudi, pemilik Kendaraan Bermotor, dan/ atau Perusahaan Angkutan Umumbertanggung jawab atas kerugian yang diderita oleh Penumpang dan/ atau pemilik barang dan/atau pihak ketiga karena kelalaian Pengemudi.”

Akan tetapi, sebagaimana diatur dalam Pasal 234 ayat (3) UU LLAJ  ketentuan tersebut di atas tidak berlaku apabila:
a.     adanya keadaan memaksa yang tidak dapat dielakkan atau di luar kemampuan Pengemudi;
b.     disebabkan oleh perilaku korban sendiri atau pihak ketiga; dan/ atau
c.      disebabkan gerakan orang dan/ atau hewan walaupun telah diambil tindakan pencegahan.

Pihak yang menyebabkan terjadinya kecelakaan lalu lintas sebagaimana dimaksud dalam pasal 229 wajib mengganti kerugian yang besarannya ditentukan berdasarkan putusan pengadilan (Pasal 236 ayat 1).
Kewajiban mengganti kerugian ini dapat pula dilakukan di luar pengadilan jika terjadi kesepakatan damai di antara para pihak yang terlibat (Pasal 236 ayat 2 UU LLAJ).

Melihat penjelasan di atas, muncul pertanyaan, bagaimana korban dalam menuntut haknya, apakah dapat ditempuh melalui jalur peradilan pidana atau perdata dan sanksi hukum apa yang dapat diterapkan terhadap pelaku ?

Sebagaimana yang diatur dalam Pasal 230 UU LLAJ, bila dikaitkan dengan kecelakaan lalu lintas, baik kecelakaan lalu lintas ringan, sedang maupun berat adalah termasuk tindak pidana. Adapun Pasal 230 UU LLAJ  tersebut berbunyi:

“Perkara Kecelakaan Lalu Lintas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 229 ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) diproses dengan acara peradilan pidana sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.”

Selanjutnya, terkait sanksi hukum yang dapat dikenakan atas kejadian tersebut di atas bagi pelaku/pengemudi karena kelalaian adalah sanksi pidana sebagaimana yang diatur dalam dalam Pasal 310 ayat (1, 2, 3 dan 4) UU LLAJ.

Pasal 310 ayat (1) sebagaimana dimaksud dalam pasal 229 ayat (2) pelaku diancam dengan pidana penjara paling lama 6 bulan dan/ atau denda maksimal 1 juta rupiah.

Pasal 310 ayat (2) sebagaimana dimaksud dalam pasal 229 ayat (3) pelaku diancam dengan pidana penjara paling lama 1 tahun dan/ atau denda maksimal 2 juta rupiah.

Kemudian, Pasal 310 ayat (3) sebagaimana dimaksud dalam pasal 229 ayat (4) pelaku diancam dengan pidana penjara paling lama 5 tahun dan/ atau denda maksimal 10 juta rupiah.

Selanjutnya pada Pasal 310 ayat (4) sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) yang mengakibatkan orang lain meninggal dunia, pelaku diancam dengan pidana penjara paling lama 6 tahun dan/ atau denda maksimal 12 juta rupiah.

Lantas muncul pertanyaan, bagaimana kalau pelakunya adalah anak dibawah umur ?

Bila mana pelaku adalah anak dibawah umur, akan berbeda dalam penerapan hukumnya, sebab anak harus mendapat perlakuan khusus yang membedakannya dari orang dewasa.
Abintoro Prakoso, dalam bukunya yang berjudul Pembaharuan Sistem Peradilan Pidana Anak, Laksbang Grafika, Yogyakarta, 2013, hlm 88, terkait dengan sanksi yang dapat diberikan  kepada  seorang  anak dibawah umur, anak yang belum  berusia dua  belas  (12)  tahun, belum dapat diajukan ke depan persidangan anak, walaupun seorang anak  tersebut  telah  melakukan  suatu perbuatan tindak pidana. Dikarenakan bahwa anak yang belum berumur 12 (dua  belas) tahun itu belum dapat mempertanggungjawabkan perbuatannya.

Berkenaan dengan sanksi hukuman bagi pelaku anak dibawah umur, pasal 69 ayat (1) UU UU 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak, sanksi dapat berupa sanksi pidana dan sanksi tindakan.

Sebagaimana yang diatur dalam pasal 69 ayat (2) UU UU 11 Tahun 2012, bahwa anak yang belum berusia empat belas (14) tahun hanya dapat dikenai sanksi tindakan.
Sanksi pidana dalam UU UU 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak, dibagi menjadi dua, yakni pidana pokok dan pidana tambahan.

Ketentuan pidana pokok dalam sistem peradilan anak diatur dalam pasal 71 ayat (1), sedangkan ketentuan pidana tambahan diatur dalam pasal 71 ayat (2).

Pidana pokok bagi anak terdiri atas:
a.     Pidana peringatan,
b.     Pidana dengan syarat yang dibagi atas;
1.     pidana diluar lembaga,
2.     pelayanan masyarakat atau
3.     pengawasan
c.      Pelatihan kerja
d.     Pembinaan dalam lembaga dan
e.     Penjara
Sedangkan  mengenai  pidana  tambahan terdiri dari;
a.     Perampasan keuntungan yang diperoleh dari tindak pidana; atau
b.     Pemenuhan kewajiban adat
Terkait pidana peringatan, dalam pasal 72 dikatakan  bahwa pidana peringatan merupakan pidana ringan yang tidak mengakibatkan pembatasan kebebasan anak.
Pidana dengan syarat diatur dalam Pasal 73 ayat (1) dan sampai Pasal 77. Pidana bersyarat dapat dijatuhkan oleh hakim apabila pidana penjara yang dijatuhkan paling lama 2 (dua) tahun.
Pelatihan kerja diatur dalam pasal 78 ayat (1) dan ayat (2), bahwa pelatihan kerja dilakukan di lembaga yang melaksanakan pelatihan yang disesuaikan dengan usia anak, dan dikenakan paling singkat 3 (tiga) bulan dan paling lama 1 (satu) tahun.
Ketentuan Pidana pembinaan dalam lembaga diatur dalam pasal 80 ayat (1, 2 , 3, dan 4). Pidana yang  di  lakukan  di tempat  pelatihan kerja yang diselenggarakan, oleh pemerintah maupun swasta, dengan ketentuan apabila keadaan perbuatan anak  tidak  membahayakan masyarakat, serta dalam pelaksanaannya paling singkat 3 bulan dan paling lama 24 bulan, dengan ketentuan anak telah menjalani ½ ( satu perdua) dari lamanya pembinaan di dalam lembaga dan tidak kurang dari tiga bulan berkelakuan baik mendapatkan pembebasan bersyarat.
Lebih lanjut terkait ketentuan pidana penjara, pasal 81 ayat (1) UU No 11 Tahun 2012, Menjelaskan bahwa anak dijatuhi pidana penjara di Lembaga Pembinaan Khusus Anak (LPKA) apabila keadaan dan perbuatan anak akan membahayakan masyarakat”.

Kemudian terkait sanksi tindakan, telah diatur dalam UU No 11 Tahun 2012, dalam sistem peradilana pidana anak Pasal 82 ayat (1) tidakan yang dapat dikenakan kepada anak meliputi:
a.     Pengembalian  kepada  orang  tua/wali;
b.     Penyerahan kepada seseorang;
c.      Perawatan di rumah sakit jiwa;
d.     Perawatan di LPKS;
e.     Kewajiban mengikuti pendidikan formal dan/atau pelatihan yang diadakan oleh  pemerintah  atau badan swasta;
f.       Pencabutan surat izin mengemudi; dan/ atau
g.     Perbaikan akibat tindakan pidana.
Lebih lanjut disebutkan dalam pasal 82 ayat (2), sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d, huruf e, huruf f dikenakan paling lama 1 (satu) tahun.

Kemudian pada ayat (3), tindakan sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) dapat diajukan oleh Jaksa penuntut umum dalam tuntutannya, kecuali tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara paling singkat 7 (tujuh) tahun.

Ayat (4), ketentuan lebih lanjut mengenai tindakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan peraturan pemerintah.

Ancaman pidana penjara bagi anak dibawah umur yang melakukan tindak pidana, dalam UU No 11 Tahun 2012 telah diatur ketentuan hukum pidana dengan ½ (satu perdua) hukuman dari orang dewasa.

Berdasarkan penjelasan-penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa, sebagaimana yang diatur dalam UU No 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak, seorang anak yang masih bawah umur dapat dimintai pertanggungjawaban atas perbuatan yang dilakukannya, dengan berdasarkan ketentuan usia anak tersebut, dimana adanya keharusan melihat usia dalam penentuan sanksi, selain itu, mengenai berat ringannya hukuman yang diterima pelaku dibawah umur, juga dapat dilihat dari keadaan dan perbuatan anak tersebut, apakah dapat membahayakan masyarakat umum atau tidak.

Referensi:


  1. UU No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (UU LLAJ)
  2. UU No 11 Tahun 2012, tentang Sistem Peradilana Pidana Anak

Postingan terkait:

6 Tanggapan untuk "Pertanggungjawaban Hukum Pelaku Anak Dibawah Umur dalam Kecelakaan Lalu Lintas"

  1. sangat bermanfaat gan semoga masyarakat lebih sadar akan keselamatan lalu lintas

    ReplyDelete
  2. Harus di tegakkan setegak tegaknya hukum

    ReplyDelete
  3. Owh gitu ya hukumnya kalau terjadi kasus kecelakan..nach sekalian saya mau nanya..misalnya si A sedang berkendara naik motor lalu tiba" ada jalan berlubang nach si A terjatuh dan menabrak mobil yang ada di depannya atau di sampingnya yang mengakibatkan mobil tersebut mengalami penyok body..apakah kalau di ambil jalur hukum si A ini bersalah dan harus mengganti rugi atas penyoknya mobil itu atau tidak..??

    ReplyDelete
  4. Terimakasih informasinya ya. Baru tahu, rupanya seperti itu ya perlakukan hukum untuk anak dibawah umur.

    ReplyDelete
  5. Mantap gan. Bisa di jadikan bahan refrensi

    ReplyDelete
  6. sangat bermanfaat dan menambah informasi gan

    ReplyDelete

Please comment wisely and in accordance with the topic of discussion ... thanks.... ^ _ ^