Peradilan agama adalah peradilan yang khusus mengadili
perkara-perkara perdata dimana para pihaknya beragama Islam (muslim).
Sebagaimana disebutkan dalam Pasal 1 ayat (1) Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989
tentang Peradilan Agama (UUPA), peradilan agama adalah peradilan bagi
orang-orang yang beragama Islam. Perkara-perkara yang diputus oleh Peradilan
agama antara lain perceraian, perwalian, pewarisan, wakaf, dan lain-lain.
Pengadilan agama berkedudukan di kotamadya atau ibu kota
kabupaten, dan derah hukumnya meliputi wilayah kotamadya atau kabupaten.
Sedangkan pengadilan tinggi agama berkedudukan di ibukota propinsi, dan daerah
hukumnya meliputi wilayah propinsi (Pasal 4 UUPA). Pembinaan teknis peradilan
agama dilakukan oleh Mahkamah Agung, sedangkan pembinaan organisasi,
administrasi dan keuangan pengadilan dilakukan oleh Menteri Agama (Pasal 5 ayat
(1) dan (2) UUPA).
Susunan
pengadilan agama dan pengadilan tinggi agama terdiri dari Pimpinan, Hakim
Anggota, Panitera, Sekretaris. Untuk pengadilan agama ditambah dengan Juru Sita
(Pasal 9 UUPA). Pimpinan pengadilan agama dan pengadilan tinggi agama terdiri
dari seorang Ketua dan seorang Wakil Ketua (Pasal 10 UUPA). Pengadilan agama
bertugas dan berwenang memeriksa, memutus, dan menyelesaikan perkaraperkara
perdata di tingkat pertama antara orang-orang yang beragama Islam di bidang
perkawinan, kewarisan, wasiat dan hibah yang dilakukan berdasarkan hukum Islam,
wakaf dan shadaqah (Pasal 49 UUPA) Jika terjadi sengketa mengenai hak milik
atau keperdataan lain dalam perkara-perkara sebagaimana dimaksud dalam Pasal
49, maka khusus mengenai objek yang menjadi sengketa tersebut harus diputus
lebih dulu oleh Pengadilan dalam lingkungan peradilan umum (Pasal 50 UUPA).
Pengadilan tinggi agama bertugas dan berwenang mengadili
perkara yang menjadi kewenangan pengadilan agama dalam tingkat banding, dan
mengadili di tingkat pertama dan terakhir sengketa kewenangan mengadili antar
pengadilan agama di daerah hukumnya (Pasal 51 UUPA).
Hukum acara yang berlaku dalam peradilan agama adalah hukum
acara perdata yang berlaku dalam peradilan umum, kecuali yang telah diatur
khusus dalam UUPA (Pasal 54 UUPA).
Pemeriksaan perkara di peradilan agama dimulai sesudah
diajukannya permohonan atau gugatan dan pihak-pihak yang berperkara telah
dipanggil menurut ketentuan yang berlaku (Pasal 55 UUPA).
Penetapan dan putusan peradilan agama hanya sah dan
mempunyai kekuatan hukum apabila diucapkan dalam siding yang terbuka untuk
umum.
A.
PEMERIKSAAN SENGKETA PERKAWINAN
Perceraian hanya dapat dilakukan di depan siding pengadilan
setelah pengadilan berusaha dan tidak berhasil mendamaikan kedua belah pihak.
Perceraian terbagi dua, yaitu cerai talak dan cerai gugat. Yang dimaksud cerai
talak adalah perceraian yang terjadi karena talak suami kepada istrinya.
Sedangkan yang dimaksud gugat cerai adalah permohonan perceraian yang diajukan
oleh pihak istri melalui gugatan.
Tahapan-tahapan cerai talak di
pengadilan agama menurut Pasal 66 UUPA adalah sebagai berikut :
1.
Seorang suami yang beragama Islam yang akan menceraikan
istrinya (disebut Pemohon) mengajukan permohonan kepada pengadilan agama untuk
mengadakan sidang guna menyaksikan ikrar talak. Permohonan tersebut diajukan
kepada pengadilan agama yang daerah hukumnya meliputi tempat kediaman termohon
(istri), kecuali apabila termohon dengan sengaja meninggalkan tempat kediaman
yang ditentukan bersama tanpa izin pemohon. Jika termohon tinggal diluar
negeri, permohonan diajukan kepada pengadilan agama yang daerah hukumnya
meliputi tempat kediaman pemohon. Jika pemohon dan termohon tinggal diluar
negeri, permohonan diajukan kepada pengadilan agama yang daerah hukumnya
meliputi tempat perkawinan mereka dilangsungkan atau kepada pengadilan agama
Jakarta Pusat. Permohonan soal penguasaan anak, nafkah anak, nafkah istri dan
harta bersama suami istri dapat diajukan bersama-sama dengan permohonan cerai
talak ataupun sesudah ikrar talak diucapkan. Permohonan cerai talak harus
memuat nama, umur, tempat kediaman pemohon dan termohon, serta alasan-alasan
yang menjadi dasar cerai talak. Permohonan tersebut diperiksa dalam siding
tertutup oleh Majelis Hakim selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari setelah
berkas atau surat permohonan cerai talak didaftarkan di kepaniteraan (Pasal 68
UUPA).
2.
Pengadilan menetapkan mengabulkan permohonan cerai jika
Majelis Hakim berkesimpulan bahwa kedua belah pihak (suami istri) tidak dapat
didamaikan lagi dan alasan perceraian telah cukup (Pasal 70 ayat (1) UUPA).
Upaya hukum yang dapat dilakukan oleh termohon (istri) terhadap penetapan
tersebut adalah mengajukan banding (Pasal 70 ayat (2) UUPA). Jika tidak ada
banding dari pihak termohon (istri) atau penetapan tersebut telah memperoleh
kekuatan hukum tetap, maka pengadilan akan menentukan hari sidang penyaksian
ikrar talak (Pasal 70 ayat (3) UUPA). Ikrar talak dilakukan oleh pemohon
(suami) atau wakilnya yang telah diberi kuasa khusus berdasarkan akta otentik,
dan dihadiri/disaksikan oleh pihak termohon (istri) atau kuasanya (Pasal 70
ayat (4) UUPA). Jika termohon (istri) tidak hadir pada ikrar talak tersebut,
padahal ia telah dipanggil secara sah dan patut, maka suami atau wakilnya dapat
mengucapkan ikrar talak tanpa hadirnya pihak termohon (istri) atau kuasanya
(Pasal 70 ayat 5). Jika dalam waktu 6 (enam) bulan suami tidak datang untuk
mengucapkan ikrar talak, tidak datang menghadap sendiri atau mengirim wakilnya
meskipun telah mendapat panggilan secara sah dan patut, maka penetapan atas
dikabulkannya permohonan cerai menjadi gugur, dan permohonan perceraian tidak
dapat diajukan lagi dengan alasan yang sama (Pasal 70 ayat (6) UUPA).
Perkawinan menjadi putus melalui penetapan terhitung sejak diucapkannya ikrar
talak dan penetapan tersebut tidak dapat dimintakan banding atau kasasi (Pasal
71 ayat (2) UUPA).
Tahapan-tahapan cerai gugat menurut
UUPA adalah sebagai berikut :
a.
Gugatan perceraian diajukan oleh istri atau kuasanya
kepada pengadilan agama yang daerah hukumnya meliputi tempat kediaman penggugat
(istri), kecuali jika penggugat dengan sengaja meninggalkan tempat kediaman
bersama tanpa izin tergugat (suami) (Pasal 73 ayat (1) UUPA). Jika penggugat
berkediaman diluar negeri, gugatan perceraian diajukan kepada pengadilan agama
yang daerah hukumnya meliputi tempat kediaman tergugat (Pasal 73 ayat (2). Jika
keduanya berkediaman di luar negeri, maka gugatan diajukan kepada pengadilan
agama yang daerah hukumnya meliputi tempat perkawinan mereka dilangsungkan atau
kepada pengadilan agama Jakarta Pusat (Pasal 73 ayat (3).
b.
Jika gugatan perceraian adalah karena salah satu pihak
mendapat pidana penjara, maka untuk dapat memperoleh putusan perceraian,
sebagai bukti penggugat cukup menyampaikan salinan putusan pengadilan yang
berwenang yang memutuskan perkara disertai keterangan yang menyatakan bahwa
putusan telah memperoleh kekuatan hukum tetap (Pasal 74).
c.
Jika alasan perceraian adalah karena syiqaq
(perselisihan tajam dan terus menerus antara suami dan istri, maka putusan
perceraian didapatkan dengan terlebih dahulu mendengar keterangan saksi-saksi
yang berasal dari keluarga atau orang-orang yang dekat dengan suami istri
(Pasal 76 ayat (1).
d.
Gugatan perceraian gugur jika suami atau istri
meninggal sebelum ada putusan pengadilan (Pasal 79). Pemeriksaan gugatan
perceraian dilakukan dalam sidang tertutup oleh Majelis Hakim
selambat-lambatnya tiga puluh hari setelah berkas atau surat gugatan perceraian
didaftarkan di kepaniteraan (Pasal 80 ayat (1) dan (2). Putusan pengadilan
mengenai gugatan perceraian diucapkan dalam sidang yang terbuka untuk umum dan
perceraian dianggap terjadi dengan segala akibat hukumnya sejak putusan
pengadilan memperoleh kekuatan hukum tetap (Pasal 81 ayat (1) dan (2).
e.
Pada sidang pertama pemeriksaan gugatan perceraian, suami
istri harus datang secara pribadi, kecuali jika salah satu pihak berkediaman di
luar negeri, dan tidak dapat datang menghadapsecara pribadi dapat diwakili oleh
kuasanya yang secara khusus dikuasakan untuk itu. Jika kedua pihak berkediaman
di luar negeri, maka pada sidang pertama penggugat harus menghadap secara
pribadi. Pada saat tersebut hakim juga harus berusaha mendamaikan kedua pihak,
dan selama perkara belum diputuskan, usaha mendamaikan dapat dilakukan pada
setiap sidang pemeriksaan (Pasal 82).
f.
Jika perdamaian tercapai, maka tidak dapat diajukan
lagi gugatan perceraian yang baru dengan alasan yang ada dan telah diketahui
penggugat sebelum perdamaian tercapai (Pasal 83).
g.
Gugatan penguasaan anak, nafkah anak, nafkah istri dan
harta bersama suami istri dapat diajukan bersama-sama dengan gugatan perceraian
ataupun sesudah putusan perceraian memperoleh kekuatan hukum tetap (Pasal 86
ayat (1).
h.
Jika pihak ketiga menuntut, maka pengadilan agama
menunda lebih dulu perkara harta bersama sampai ada putusan pengadilan dalam
lingkungan peradilan umum yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap (Pasal 86
ayat (2). Biaya perkara dalam bidang perkawinan dibebankan kepada penggugat
atau pemohon, dan biaya perkara penetapan atau putusan pengadilan yang bukan
penetapan atau putusan akhir diperhitungkan dalam penetapan atau putusan akhir
(Pasal 89 ayat (1) dan (2).
i.
Biaya-biaya tersebut meliputi biaya kepaniteraan dan
biaya materai yang diperlukan untuk biaya itu; biaya para saksi, saksi ahli,
penerjemah dan biaya pengambilan sumpah yang diperlukan, biaya untuk melakukan
pemeriksaan setempat dan tindakan lain yang diperlukan oleh pengadilan dalam
perkara, biaya pemanggilan, pemberitahuan, dan lain-lain atas perintah
pengadilan (Pasal 90 ayat (1)).
B. HAKIM
1. Hak
a.
Apabila gugatan perceraian didasarkan atas alasan bahwa
tergugat mendapat cacat badan atau penyakit dengan akibat tidak dapat
menjalankan kewajiabn sebagai suami, maka Hakim dapat memerintahkan tergugat
untuk memeriksakan diri kepada dokter (ps. 75).
b.
mengangkat seorang atau lebih dari keluarga
masing-masing pihak ataupun orang lain untuk menjadi hakim, setelah keterangan
mereka sebagai saksi didengar dalam sidang gugatan perceraian dengan alasan
syiqaq (Pasal 76 ayat (2).
c.
Selama berlangsungnya gugatan perceraian, atas
permohonan penggugat atau tergugat atau berdasarkan pertimbangan bahaya yang
mungkin ditimbulkan, Pengadilan dapat Mengizinkan suami-istri tersebut untuk
tidak tinggal dalam satu rumah (ps. 77).
d.
Selama berlangsungnya gugatan perceraian, atas
permohonan penggugat, Pengadilan dapat :
1)
menentukan nafkah yang ditanggung oleh suami;
2)
menentukan hal-hal yang perlu untuk menjamin
pemeliharaan dan pendidikan anak;
3)
menentukan hal-hal yang perlu untuk menjamin
terpeliharanya barang-barang yang menjadi hak bersama suami-istri atau
barang-barang yang menjadi hak suami atau barang-barang yang menjadi hak istri
(ps. 78).
e.
Apabila permohonan atau gugatan perceraian diajukan
atas alasan salah satu pihak melakukan zina, sedangkan pemohon atau penggugat
tidak dapat melengkapi bukti-bukti dan termohon atau tergugat menyanggah alasan
tersebut, dan Hakim berpendapat bahwa permohonan atau gugatan itu bukan tiada
pembuktian sama sekali serta upaya peneguhan alat bukti tidak mungkin lagi
diperoleh baik dari pemohon atau penggugat maupun dari termohon atau tergugat,
maka Hakim karena jabatannya dapat menyuruh pemohon atau penggugat untuk
bersumpah (ps. 87 ayat 1). Baik termohon maupun tergugat diberi kesempatan
untuk meneguhkan sanggahannya dengan cara yang sama ( Pasal 87 ayat (2). Jika
sumpah yang dimaksud tersebut dilakukan oleh suami, maka penyelesaiannya
dilaksanakan dengan cara lain, sedangkan jika sumpah yang dimaksud dilakukan
oleh istri, maka penyelesaiannya dilaksanakan dengan hukum acara yang berlaku
2. Kewajiban
a.
Hakim adalah pejabat yang melaksanakan tugas kekuasaan
kehakiman (ps. 11 ayat 1).
b.
Pembinaan dan pengawasan umum terhadap Hakim sebagai
pegawai negeri yang dilakukan oleh Mentri Agama tidak boleh mengurangi
kebebasan Hakim dalam memeriksa dan memutus perkara (ps. 12 ayat 2).
c.
Pembinaan teknis peradilan yang dilakukan oleh MA dan
pembinaan dan organisasi,
d.
administrasi, dan keuangan, Pengadilan yang dilakukan
Mentri Agama tidak boleh mengurangi
e.
kebebasan hakim dalam memeriksa dan memutus perkara
(ps. 5 ayat 3).
f.
Kecuali ditentukan lain oleh UU, Hakim tidak boleh
merangkap menjadi:
1)
pelaksana putusan pengadilan
2)
wali, pengampu, dan pejabat yang berkaitan dengan suatu
perkara yang diperiksa olehnya
3)
pengusaha (ps. 17 ayat 1)
g.
Hakim tidak boleh merangkap menjadi penasehat hukum (ps.
17 ayat 2)
h.
Pengawasan yang dilakukan oleh Ketua Pengadilan
terhadap pelaksanaan tugas hakim tidak boleh mengurangi kebebasan Hakim dalam
pemeriksaan dan dan memutus perkara (ps. 53 ayat 4).
i.
Pengadilan tidak boleh menolak untuk memeriksa dan
memutus suatu perkara yang diajukan dengan dalih bahwa hukum tidak atau kurang
jelas, melainkan wajib memeriksa dan memutusnya (ps. 56 ayat 1)
j.
Pengadilan menurut hukum dengan tidak membeda-bedakan
orang (ps. 58 ayat 1)
k.
Rapat permusyawaratan Hakim bersifat rahasia (ps. 60
ayat 3).
l.
Segala penetapan dan putusan Pengadilan, selain harus
memuat alasan-alasan dan dasar-dasar juga harus memuat pasal-pasal tertentu
dari peraturan-peraturan yang bersangkutan atau sumber hukum tak tertulis yang
dijadikan dasar untuk mengadili (ps. 62 ayat 1)
m.
Apabila gugatan perceraian didasarkan atas alasan
syiqaq, maka untuk mendapatkan putusan perceraian harus didengar keterangan
saksi-saksi yang berasal dari keluarga atau orang-orang yang dekat dengan
suami-istri (ps. 76 ayat 1).
n.
Pada sidang pertama pemeriksaan gugatan perceraian,
Hakim berusaha mendamaikan kedua belah pihak (ps. 82 ayat 1).
o.
Jumlah biaya perkara sebagaimana dimaksud dalam pasal
90 harus dimuat dalam amar penetapan atau putusan pengadilan (ps. 91 ayat 1).
p.
Jumlah biaya yang dibebankan oleh Pengadilan kepada
salah satu pihak berperkara untuk dibayarkan kepada pihak lawannya dalam
perkara itu, harus dicantumkan juga dalam amar penetapan atau putusan
Pengadilan (ps. 91 ayat 2).
C. PENGGUGAT
1. Hak
a.
Atas penetapan dan putusan Pengadilan Agama dapat
dimintakan banding oleh pihak yang berperkara, kecuali apabila undang-undnag
menentukan lain (ps. 61)
b.
Gugatan perceraian diajukan oleh istri atau kuasanya
kepada Pengadilan yang daerah hukumnya meliputi tempat kediaman penggugat,
kecuali apabila penggugat dengan sengaja meninggalkan tempat kediaman bersama
tanpa izin tergugat (ps. 73 ayat 1)
c.
Selama berlangsungnya gugatan perceraian, atas
permohonan penggugat atau tergugat atau berdasarkan pertimbangan bahaya yang
mungkin ditimbulkan, Pengadilan dapat Mengizinkan suami-istri tersebut untuk
tidak tinggal dalam satu rumah (ps. 77).
d.
Gugatan soal penguasaan anak, nafkah anak, nafkah
istri, dan harta bersama suami-istri dapat diajukan bersama-sama dengan gugatan
perceraian ataupun sesudah putusan perceraian memperoleh kekuatan hukum tetap
(ps. 86 ayat 1)
2. Kewajiban
a.
Dalam sidang perdamaian tersebut, suami-istri harus
datang secara pribadi, kecuali apabila salah satu pihak bertempat kediaman di
luar negeri, dan tidak dapat datang menghadap secara pribadi dapat diwakili
oleh kuasanya yang secara khusus dikuasakan untuk itu (ps. 82 ayat (2)
b.
Apabila kedua pihak bertempat kediaman di luar negeri,
maka penggugat pada sidang perdamaian tersebut harus menghadap secara pribadi
(ps. 82 ayat (3).
c.
Biaya perkara dalam bidang perkawinan dibebankan kepada
penggugat atau pemohon (ps. 89 ayat (1).
D. TERGUGAT
1. Hak
a.
Atas penetapan dan putusan Pengadilan Agama dapat
dimintakan banding oleh pihak yang berperkara, kecuali apabila undang-undnag
menentukan lain (ps. 61)
b.
Selama berlangsungnya gugatan perceraian, atas
permohonan penggugat atau tergugat atau berdasarkan pertimbangan bahaya yang
mungkin ditimbulkan, Pengadilan dapat Mengizinkan suami-istri tersebut untuk
tidak tinggal dalam satu rumah (ps. 77).
c.
Pihak termphon atau tergugat diberi kesempatan pula
untuk meneguhkan sanggahannya dengan cara yang sama (ps. 87 ayat 2)
2. Kewajiban
a.
Dalam sidang perdamaian tersebut, suami-istri harus
datang secara pribadi, kecuali apabila salah satu pihak bertempat kediaman di
luar negeri, dan tidak dapat datang menghadap secara pribadi dapat diwakili
oleh kuasanya yang secara khusus dikuasakan untuk itu (ps. 82 ayat 2).
b.
Apabila kedua pihak bertempat kediaman di luar negeri,
maka penggugat pada sidang perdamaian tersebut harus menghadap secara pribadi
(ps. 82 ayat 3).
E. PANITERA
Panitera berkewajiban untuk :
mencatat segala hal ikhwal yang terjadi dalam sidang ikrar
talak (Pasal 71 ayat (1) UUPA) Mengirimkan satu helai salinan putusan
pengadilan (penetapan) yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap
selambat-lambatnya tiga puluh hari , tanpa bermaterai kepada pegawai pencatat
nikah yang wilayahnya meliputi tempat kediaman Penggugat dan Tergugat, untuk
mendaftarkan putusan perceraian dalam sebuah daftar yang disediakan (Pasal 84
ayat (1) UUPA). Jika perceraian dilakukan di wilayah yang berbeda dengan
wilayah pegawai pencatat nikah tempat perkawinan dilangsungkan, maka satu helai
putusan tersebut yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap tanpa bermaterai
dikirimkan pula kepada pegawai pencatat nikah di tempat perkawinan
dilangsungkan dan oleh pegawai pencatat nikah tersebut dicatat pada bagian
pinggir daftar catatan perkawinan (Pasal 84 ayat (2) UUPA). Jika perkawinan
dilangsungkan diluar negeri, satu helai putusan tersebut disampaikan pula
kepada pegawai pencatat nikah di tempat didaftarkannya perkawinan mereka di
Indonesia (Pasal 84 ayat (3) UUPA).
Memberikan
akta cerai sebagai surat bukti cerai kepada para pihak selambat-lambatnya tujuh
hari terhitung setelah putusan yang memperoleh kekuatan hukum tetap tersebut
diberitahukan kepada para pihak (Pasal 84 ayat (4) UUPA).
Belum ada tanggapan untuk "ALUR PERADILAN DALAM PENGADILAN AGAMA"
Post a Comment
Please comment wisely and in accordance with the topic of discussion ... thanks.... ^ _ ^